Senin, 26 April 2010

Kawasan Surabaya Barat Berkembang Pesat

Surabaya memang kota terbesar ke dua setelah Jakarta. Namun, soal harga rumah bisa jadi Surabaya setara atau bahkan lebih tinggi. Indikasi paling sederhana, di Jakarta masih ada developer yang menjual rumah Rp100 jutaan, di ibu kota Provinsi Jawa Timur itu tidak ada lagi.

Harga rumah di Surabaya tinggi karena stok lahan perumahannya telah menipis. Di Surabaya Timur yang lebih dulu menjadi sentra perumahan menengah-atas sudah tidak terlihat lagi pengembangan perumahan baru. Tinggal satu dua developer yang masih menjajakan rumah. Sebutlah Galaxi Bumi Permai. Regency 21, dan Pakuwon Laguna. Kebganya dekat kampus Universitas Airlangga dan ITS Surabaya. serta beberapa kampus perguruan Tinggi swasta.

GOLF MENGELOMPOK

Lahan perumahan terluas di Surabaya tinggal di Surabaya Barat. Tapi, nyaris seluruhnya sudah dikaveling untuk perumahan-perumahan mewah seperti Graha Famili, Bukit Darmo Golf, Rakuwon Indah, dan CitraLand. Keempatnya dikembangkan hampir berbarengan di awal 1990-an, beberapa saat setelah pemerintah melonggarkan kebijakan uang ketat.

Yang menonjol dari perumahan-perumahan itu, seluruhnya dilengkapi lapangan golf. Graha Famili memiliki lapangan golf 18 hole, Bukit Darmo Golf dan Pakuwon Indah masing-masing sembilan hole, dan CitraRaya 27 hole. "Kami akan menambah sembilan hole lagi sehingga menjadi 36 hole," ujar D Agung Krisprimandoyo, Marketing Manager PT Citraland Surabaya

Menurut dia, pembangunan lapangan golf itu bukan sekedar adu gengsi atau jor-joran fasilitas, namun terkait dengan tata ruang Surabaya yang menempatkan Surabaya Barat sebagai daerah permukiman dengan kepadatan rendah. Pasalnya kawasan itu merupakan daerah resapan air.

Apapun alasannya padang golf adalah simbol kemewahan. Sebab itu, kata Sonny Wibisono, Wakil Ketua Il Jatim, kalangan atas makin banyak yang tertarik tinggal ke Surabaya Barat.

Apalagi, fasilitas lain juga makin komplit. Kolam renang, lapangan tenis, fitness centre, ruang aerobik, dan Iain-lain tersedia di setiap perumahan.

Sementara fasilitas di luar itu antar-developer seolah "berbagi tugas". Pusat perbelanjaan Pakuwon Supermal dan Pakuwon Trade Centre (PTC) disediakan PT Pakuwon Jati di perumahan Pakuwon Indah, rekreasi air diadakan Grup Ciputra dengan membangun Ciputra Water Park di CitraRaya, sarana pendidikan seperti SMU Petra dihadirkan Grup Dharmala di Graha Famili, juga oleh Grup Ciputra dengan TK-SMU Ciputra serta Universitas Ciputra di CitraRaya. Kampus universitas itu dalam tahap pembangunan. Di luar masih ada Universitas Negeri Surabaya (dulu SKIP Surabaya).

MELEJIT SETELAH KRISMON

Daya tarik Surabaya Barat lain adalah lingkungannya yang tertata. An-tar perumahan dikembangkan secara terintegrasi. Dari satu perumahan ke perumahan lain dihubungkan jalan yang sangat lebar (RoW 35-55 m), beraspal mulus, dengan pedesterian cukup rapi. Jalan Inner Ring Road yang tersambung dengan Jl HR Muhammad yang menjadi lokasi keempat perumahan di atas, misalnya, dibangun konsorsium PT Grande Family View (Graha Famili), PT Pakuwon Jati (Pakuwon Indah), PT Adhi Baladika Agung (Bukit Darmo Golf) dan PT Citraland Surabaya (CitraRaya).

Kedekatan lokasi berbagai perumahan itu dengan pusat kota makin menambah nilai plus. Dari Jl Tunjungan, koridor paling populer di Surabaya, jaraknya tidak sampai delapan kilometer. Aksesibilitasnya bagus dan pada jam-jam sibuk lalu lintasnya belum begitu padat.

Dengan segala kelebihan itu jangan heran Surabaya Barat tidak hanya digandrungi orang Surabaya dan sekitarnya, melainkan juga kota-kota lain. Bahkan, saat krismon banyak petani kakao dari wilayah timur Indonesia yang menangguk untung dari lonjakan kurs membeli rumah di kawasan itu. "Berapapun harganya selalu dibeli," tukas Agung. Rata-rata pembelian dilakukan secara tunai, langsung atau bertahap. Hanya sekitar 20 persen yang memakai KPR. Di CitraRaya tunai bertahap bisa diangsur 27 kali, di Graha Famili 30 kali.

Karena banyaknya pembelian bermotif investasi itu, harga tanah pun cepat melejit. Contoh, kaveling golf di Graha Famili, saat launching perdana 1994 harganya baru Rp450 ribu per meter, tiga tahun kemudian menjadi Rp850 ribu. Artinya dalam tiga tahun hanya naik 47 persen. Tapi, setelah itu kenaikan rata-rata hampir 100 persen per tahun sehingga 2006 sudah Rp6,5

juta. "Sekarang hampir habis. Tinggal lima kaveling lagi yang masih dipasarkan," kata Harto Laksono, Manager Marketing PT Grande Family View.

TERMAHAL

Setelah kaveling golf habis, Graha Famili yang belakangan luasnya dimekarkan dari 280 ha menjadi 375 ha, fokus memasarkan rumah, tidak lagi menjual kaveling siap bangun. Harga tanahnya Rp3,5 juta - 4,5 juta per m2. Dengan harga tanah setinggi itu Graha Famili bersaing dengan Citraland dan Pakuwon yang harga tanahnya rata-rata juga sudah mencapai 3,5 jutaan per meternya.

Harto menyatakan, hal itu karena proyeknya memiliki beberapa kelebihan dibanding perumahan di sekitar. Pertama, lokasinya paling strategis, hanya sekilo dari pintu tol Satelit. Kedua, Graha Famili dan Citraland adalah perumahan pertama yang dikembangkan dengan konsep cluster. Ketiga, komunitasnya sudah terbentuk. ( majalah estate )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

addme